Senin, 18 April 2016

MEKANISME PERALIHAN HAK ATAS TANAH MENURUT SISTEM HUKUM AGRARIA



A. Tinjauan tentang Peralihan Hak Atas Tanah
Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi yang disebut permukaan bumi. Tanah yang dimaksudkan di sini bukan mengatur tanah dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya yaitu tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak. Tanah sebagai bagian dari bumi disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA yaitu “atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.

            Konsep hak-hak atas tanah yang terdapat dalam hukum agraria nasional membagi hak-hak atas tanah dalam dua bentuk:
  1. hak-hak atas tanah yang bersifat primer yaitu hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki atau dikuasai secara langsung oleh seorang atau badan hukum yang mempunyai waktu lama dan dapat dipindahtangankan kepada orang lain atau ahli warisnya seperti Hak Milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai (HP).
  2. hak-hak atas tanah yang bersifat sekunder yaitu hak-hak atas tanah yang bersifat sementara seperti hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang, dan hak menyewa atas tanah pertanian.
       Dari berbagai macam hak atas tanah tersebut, hak milik merupakan satu-satunya hak primer yang mempunyai kedudukan paling kuat dibandingkan dengan hak-hak yang lainnya. Hal ini dipertegas dalam ketentuan Pasal 20 ayat (1) UUPA yang berbunyi:
“Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat, terpenuh, yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6.”
       Turun temurun artinya hak milik atas tanah dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih hidup dan bila pemiliknya meninggal dunia, maka hak miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang memenuhi syarat sebagai subjek hak milik. Terkuat artinya hak milik atas tanah lebih kuat dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, tidak mempunyai batas waktu tertentu, mudah dipertahankan dari gangguan pihak lain, dan tidak mudah hapus. Terpenuh artinya hak milik atas tanah memberi wewenang kepada pemiliknya lebih luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, dapat menjadi induk bagi hak atas tanah yang lain, dan penggunaan tanahnya lebih luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain.
       Pernyataan di atas mengandung pengertian betapa penting dan berharganya menguasai hak atas tanah dengan title “Hak Milik” yang secara hukum memiliki kedudukan terkuat dan terpenuh sehingga pemilik hak dapat mempertahankan haknya terhadap siapapun. Namun demikian bukan berarti bahwa sifat terkuat dan terpenuh yang melekat pada hak milik menjadikan hak ini sebagai hak yang mutlak, tidak terbatas, dan tidak dapat diganggu gugat, karena dalam situasi dan kondisi tertentu hak milik ini dapat pula dibatasi. Pembatasan yang paling nyata diatur dalam ketentuan UUPA antara lain terdapat dalam pasal-pasal sebagai berikut:
  • Pasal 6 : Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Seseorang tidak dibenarkan mempergunakan atau tidak mempergunakan hak miliknya (atas tanah) semata hanya untuk kepentingan pribadinya, apalagi jika hal itu dapat merugikan kepentingan masyarakat karena sesuai dengan asas fungsi social ini hak milik dapat hapus jika kepentingan umum menghendakinya.
  • Pasal 7: Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan.
  • Pasal 17 : Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 7 maka untuk mencapai tujuan yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) diatur luas maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak tersebut dalam pasal 16 oleh satu keluarga atau badan hukum.
  • Pasal 18 : Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang.
  • Pasal 21 ayat (1) : Hanya Warga Negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.
       Mengenai keabsahan dan kehalalan hak milik, telah dikenal dua asas, pertama asas “Nemo plus juris transfere potest quam ipse habel”, artinya tidak seorangpun dapat mengalihkan atau memberikan sesuatu kepada orang lain melebihi hak miliknya atau apa yang dia punyai. Kedua, asas “Nemo sibi ipse causam possessionis mutare potest”, artinya tidak seorangpun mengubah bagi dirinya atau kepentingan pihaknya sendiri, tujuan dari penggunaan objeknya.
 Kedua asas tersebut semakin mengukuhkan kekuatan sifat terkuat dan terpenuh hak milik atas tanah. Kewenangan yang luas dari pemiliknya untuk mengadakan tindakan-tindakan di atas tanah hak miliknya, kekuatan pemiliknya untuk selalu dapat mempertahankan hak miliknya dari gangguan pihak lain, dan segala keistimewaan dari hak milik mempunyai nilai keabsahan dan kehalalan yang dijamin kedua asas tersebut.
          Peralihan hak atas tanah adalah perbuatan hukum untuk memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain. Pemindahan dilakukan apabila status hukum pihak yang akan menguasai tanah memenuhi persyaratan sebagai pemegang hak atas tanah yang tersedia, dan pemegang hak atas tanah tersebut bersedia untuk memindahkan haknya.
          Peralihan hak atas tanah dapat terjadi dikarenakan:
1.   Pewarisan tanpa wasiat
Menurut hukum perdata, jika pemegang sesuatu hak atas tanah meninggal dunia, hak tersebut karena hukum beralih kepada ahli warisnya. Pengalihan tersebut kepada ahliwaris, yaitu siapa-siapa yang termasuk ahliwaris, berapa bagian masingmasing dan bagaimana cara pembagiannya, diatur oleh Hukum Waris almarhum pemegang hak yang bersangkutan, bukan oleh Hukum Tanah.
Hukum tanah memberikan ketentuan mengenai penguasaan tanah yang berasal dari warisan dan hal-hal mengenai pemberian surat tanda bukti pemilikannya oleh para ahli waris. Menurut ketentuan Pasal 61 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, untuk pendaftaran pengalihan hak karena pewarisan yang diajukan dalam waktu enam bulan sejak tanggal meninggalnya pewaris, tidak dipungut biaya.

2.   Pemindahan hak
Berbeda dengan beralihnya hak atas tanah karena pewarisan tanpa wasiat yang terjadi karena hukum dengan meninggalnya pemegang hak, dalam perbuatan hukum pemindahan hak, hak atas tanah yang bersangkutan sengaja dialihkan kepada pihak lain. Bentuk pemindahan haknya bisa dikarenakan:
a. Jual-Beli,
b. Hibah,
c. Pemasukan dalam perusahaan atau “inbreng” dan
d. Hibah-wasiat atau “legaat

          Perbuatan-perbuatan tersebut, dilakukan pada waktu pemegang haknya masih hidup dan merupakan perbuatan hukum pemindahan hak yang bersifat tunai atau langsung, kecuali hibah wasiat. Artinya, bahwa dengan dilakukannya perbuatan hukum tersebut, hak atas tanah yang bersangkutan berpindah kepada pihak lain.
          Dalam hibah wasiat, hak atas tanah yang bersangkutan beralih kepada penerima wasiat pada saat pemegang haknya meninggal dunia.
Jual-beli, tukar-menukar, hibah, pemberian menurut adat dan pemasukan dalam perusahaan, demikian juga pelaksanaan hibah-wasiat, dilakukan oleh para pihak di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, disingkat PPAT, yang bertugas membuat aktanya. Dengan dilakukannya perbuatan hukum yang bersangkutan di hadapan PPAT, telah dipenuhi syarat terang (bukan perbuatan hukum yang “gelap”, yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi).
Akta yang ditandatangani para pihak menunjukkan secara nyata atau “riil” perbuatan hukum jual-beli yang dilakukan. Dengan demikian sifat jual-beli, yaitu tunai, terang dan riil, dipenuhi. Akta tersebut membuktikan, bahwa benar telah dilakukan perbuatan hukum yang bersangkutan. Karena perbuatan hukum yang dilakukan merupakan perbuatan hukum pemindahan hak, maka akta tersebut secara implisit juga membuktikan, bahwa penerima hak sudah menjadi pemegang haknya yang baru. Tetapi hal itu baru diketahui oleh dan karenanya juga baru mengikat para pihak dan ahliwarisnya karena administrasi PPAT sifatnya tertutup bagi umum.
Untuk memperoleh surat bukti yang lebih kuat dan lebih luas daya pembuktiannya pemindahan haknya didaftarkan pada Kantor Pertanahan Kota/ Kotamadya, untuk dicatat pada buku tanah dan sertifikat yang bersangkutan. Dengan dicatatnya pemindahan hak tersebut pada sertifikat haknya, diperoleh surat tanda bukti yang kuat. Karena administrasi pengalihan hak atas tanah yang ada di kantor pertanahan Kota/Kotamadya mempunyai sifat terbuka bagi umum, maka dengan dicatatnya pemindahan hak tersebut pada buku tanah haknya, bukan hanya yang memindahkan hak dan ahliwarisnya, tetapi pihak ketiga pun dianggap mengetahui, bahwa penerima hak adalah pemegang haknya yang baru.


B. Mekanisme Peralihan Hak Atas Tanah
          Pengalihan hak atas tanah, dan khususnya hak milik atas tanah tersebut dapat terselenggara secara benar, maka seorang PPAT yang akan membuat pengalihan hak atas tanah harus memastikan kebenaran mengenai hak atas tanah (hak milik) tersebut, dan mengenai kecakapan dan kewenangan bertindak dari mereka yang akan mengalihkan dan menerima pengalihan hak atas tanah tersebut. Sehubungan dengan obyek hak atas tanah yang dipindahkan PPAT harus memeriksa kebenaran dari dokumen-dokumen:

a.    Mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuan rumah susun, sertifikat asli hak yang bersangkutan. Dalam hal serifikat tidak diserahkan atau sertifikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan; atau
b.   Mengenai bidang tanah yang belum terdaftar:

1)   Surat bukti yang membuktikan hak atas tanah yang lama yang belum dikonversi atau surat keterangan Kepala Desa/ Kelurahan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut dengan itikad baik, dan tidak pernah ada permasalahan yang timbul sehubungan dengan penguasaan tanahnya tersebut; dan
2)   Surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum bersertifikat dari Kantor Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di daerah yang jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/ Kelurahan; dan dalam hal surat tersebut tidak dapat diserahkan maka PPAT wajib menolak membuat akta pemindahan hak atas tanah tersebut termasuk hak milik atas tanah yang akan dialihkan tersebut.

Apabila pemegang hak tidak dapat menyediakan bukti kepemilikan tanahnya baik berupa bukti tertulis maupun bentuk lain yang dapat dipercaya, maka pembukuan hak dapat dilakukan tidak berdasarkan kepemilikan akan tetapi berdasarkan bukti penguasaan fisik tanah, dengan syarat:

1.   Telah dikuasai selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya.
2.   Penguasaan dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka.
3.   Diperkuat dengan kesaksian orang yang dapat dipercaya.
4.   Penguasaan tidak dipermasalahkan atau tidak dalam keadaan sengketa.

Ketentuan ini tentunya selain mempertimbangkan bahwa hukum adat di Indonesia pada dasarnya kebanyakan tidak tertulis termasuk dalam hak pembuktian penguasaan bidang tanah, tetapi sudah cukup dengan pengakuan oleh masyarakat atau diwakili oleh tokoh-tokoh adat setempat, juga hal ini sebagai pemberian perhatian terhadap perbedaan dalam perkembangan kondisi dan kehidupan sosial masyarakat.
Pengalihan hak milik tersebut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan:

1.  Pengalihan hak milik terjadi karena jual beli, hibah, warisan, tukar menukar dan perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik.
2.   Pengalihan hak milik serta pengawasannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
3. Setiap pengalihan hak milik atas tanah atau perbuatan yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik pada orang asing atau orang yang berkewarganegaraan Indonesia rangkap dengan orang asing yang boleh mempunyai hak milik adalah batal dengan sendirinya dan tanah jatuh pada negara.


Adapun yang menjadi syarat terjadinya peralihan terhadap kebendaan tersebut adalah sebagai berikut:
1.   Pengalihan tersebut haruslah dilakukan oleh orang yang berhak untuk mengalihkan kebendaan tersebut. Tidak selamanya pemilik suatu kebendaan dapat diberikan hak untuk mengalihkan benda tersebut, hal ini dikarenakan suatu hal misalnya saja pemilik suatu kebendaan di dalam keadaan pailit (failiet). Disini ia merupakan pemilik suatu kebendaan tetapi dikarenakan keputusan pengadilan yang mengatakan ia pailit maka ia tidak berhak untuk mengalihkan benda tersebut.
Adapun sebaliknya orang tersebut tidak merupakan pemilik suatu kebendaan  tetapi ia berhak untuk melakukan pengalihan. Misalnya pandamer, di mana pihak ini menerima barang gadaian dari pemilik benda tersebut sebagai jaminan pelunansan hutangnya. Dalam hal ini ia tidak merupakan pemilik yang sah dari suatu kebendaan, tetapi bila pihak yang berhutang dalam hal ini pemilik yang sah dari benda itu ingkar janji atau wanprestasi maka pihak penerima gadai dapat mengalihkan benda tersebut.
2.    Pengalihan itu dilakukan secara nyata.
Artinya pengalihan itu harus benar-benar terjadi dan dilakukan secara nyata dari tangan ke tangan. Melihat persyaratan tersebut di atas pengalihan terhadap benda-benda bergerak cukup hanya melakukan penyerahannya begitu saja, tetapi terhadap benda tidak bergerak, pencatatan benda tersebut ke dalam suatu akte sangat penting untuk menetapkan keabsahan benda tersebut. Terhadap benda tidak bergerak, di samping dengan pengalihan nyata, maka untuk mengalihkan hak milik atas barang tidak bergerak tersebut harus dilakukan dengan pengalihan secara yuridis, Pasal 1682 BW menyatakan bahwa hibah terhadap barang tidak bergerak harus dinyatakan dengan akta otentik.

Yang dimaksud dengan pengalihan yuridis adalah berupa pencatatan dalam perbuatan hukum yang bertujuan untuk mengalihkan hak milik atas benda tidak bergerak tersebut dalam suatu akte yang otentik di depan para pejabat yang berwenang dan kemudian mendaftarkannya dalam register umum yang telah disediakan khusus.

Daftar Pustaka

UU Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Penjelasan atas UU Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
Urip Santoso, Hukum Agraria & Hak-hak atas Tanah, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2007
Adrian Sutedi, Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2008

1 komentar:

http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html